Dari Mata ke Model: Akal Imitasi (AI) untuk Grading & Counting TBS Tanpa Internet

Semai Blog

Di bawah terik matahari perkebunan sawit, seorang Kerani berdiri di dekat Tempat Pengumpulan Hasil (TPH), mengamati tumpukan Tandan Buah Segar (TBS) yang baru saja dikumpulkan oleh Pemanen.

Ia memperhatikan dengan saksama, memeriksa setiap tandan satu per satu. Keputusan yang ia buat bukan sekadar tugas rutin—kesalahan kecil dalam grading bisa berdampak besar.

  • Jika ada kesalahan grading unripe, pemanen bisa kena pemotongan pembayaran, atau ‘lolos’ dari penalty.
  • Jika ada kesalahan grading fraksi-fraksi lainnya, konsistensi perkiraan dan analisis kualitas CPO (OER dan FFA) terganggu.
  • Jika perhitungan jumlah TBS dan fraksinya tidak akurat, maka data produksi pun jadi kurang dipercaya.

Waktu terbatas untuk Kerani mencakupi sekian banyak TPH. Grading & counting harus dilakukan dengan cepat, tanpa mengorbankan akurasi.

Dua Kerani bisa saja memberikan hasil grading yang berbeda pada tandan yang sama. Satu Kerani bisa menilai sebuah TBS sebagai ripe, sementara yang lain mungkin menganggapnya overripe. Pemanen, yang sebelumnya meletakkan buah di TPH, mungkin juga tidak selalu menampilkan sisi TBS yang paling representatif.

Di sinilah teknologi Akal Imitasi (AI) hadir sebagai alat bantu.

AI: Alat Bantu, Bukan Pengganti

Ada anggapan bahwa ketika AI digunakan, peran manusia akan tergeser. Namun, dalam grading dan counting TBS, AI tidak menggantikan Kerani—melainkan membantu mereka bekerja lebih cepat, lebih objektif, dan lebih efisien.

Misalnya, dalam situasi di lapangan, Kerani tetap perlu melakukan bunch checking, misalnya memastikan bahwa sisi TBS yang paling mewakili tingkat kematangan menghadap ke atas.

Setelah itu, AI dapat bekerja dalam hitungan detik:

  1. Kerani mengambil gambar TBS dengan aplikasi berbasis AI di smartphone.
  2. AI langsung mengidentifikasi tingkat kematangan dan menghitung jumlah setiap fraksi grading.
  3. Hasil grading & counting muncul di layar, memberikan Kerani data yang lebih objektif dan konsisten.
  4. Data tersimpan di perangkat dan dapat disinkronisasi ketika jaringan internet tersedia.

Bagaimana AI Belajar Grading & Counting TBS?

Agar AI bisa memahami bagaimana membedakan TBS unripe, underripe, ripe, overripe, rotten, dan jangkos, AI perlu belajar dulu dari contoh—mirip seperti seorang Kerani baru yang pertama kali dilatih untuk melakukan grading. Namun, bedanya, AI tidak belajar dari instruksi langsung, tetapi dari data visual dalam jumlah tertentu.

1. AI Belajar dari Contoh TBS di Lapangan

Seperti manusia yang belajar dari pengalaman, AI diberikan berbagai gambar TBS dengan kondisi nyata di kebun. Misalnya: ada yang diambil dalam cahaya terang, ada yang redup, lalu AI belajar membedakan warna, tekstur, dan pola khas setiap kategori grading untuk meningkatkan akurasi. Jumlah gambar tidak harus sangat besar sejak awal. AI bisa mulai dengan dataset awal dan terus diperbaiki seiring waktu, mirip seperti Kerani yang semakin ahli dari pengalaman sehari-hari.

2. AI Mempelajari Pola dan Menganalisis Ciri TBS

Setelah melihat banyak contoh, AI mulai mengenali pola, misalnya saja: Unripe cenderung lebih hijau, Ripe memiliki warna oranye kemerahan yang lebih merata, Overripe mulai menunjukkan bercak hitam dan lebih lembek, Jangkos tidak memiliki buah yang menempel sama sekali. Sebagai suatu perumpamaan: ketika seorang Kerani baru melihat 10 TBS yang matang dan 10 yang mentah ia masih bisa salah, tapi setelah melihat ratusan TBS, ia bisa menilai dengan lebih cepat. AI juga belajar seperti itu—hanya saja ia bisa memproses jauh lebih banyak contoh (dataset) dalam waktu singkat. Dengan setiap gambar baru, AI semakin memahami pola yang bahkan sulit dideteksi oleh mata manusia.

AI dalam Dunia Nyata: Sudah Diterapkan di Perusahaan Sawit

Teknologi ini bukan sekadar konsep—AI untuk grading dan counting TBS sudah digunakan di berbagai perusahaan.

Salah satu contohnya adalah SEMAI, yang telah mengembangkan solusi AI yang memungkinkan grading & counting TBS dilakukan langsung di lapangan dengan smartphone tanpa memerlukan koneksi internet, dan kini telah digunakan di berbagai perusahaan sawit.

Dulu, mungkin sulit membayangkan AI bisa berjalan langsung di smartphone. Namun, sekarang:
✅ Teknologi AI semakin ringan dan cepat, sehingga bisa berjalan di smartphone standar.
✅ Smartphone dengan kamera yang cukup baik sudah umum di perkebunan, tidak perlu alat tambahan yang mahal.
✅ Aplikasi AI bisa berjalan tanpa internet, memungkinkan grading langsung di lapangan tanpa hambatan konektivitas.
✅ Perusahaan sawit sudah mulai menerapkan teknologi ini, membuktikan bahwa AI bukan hanya konsep, tetapi solusi nyata yang bisa digunakan saat ini.

Apa yang dulu membutuhkan sistem mahal dan infrastruktur besar, kini cukup dengan sebuah aplikasi di genggaman tangan. Kini pertanyaannya bukan lagi "apakah AI bisa digunakan?" tetapi "kapan dan bagaimana AI akan segera digunakan?"

di dalam Semai Blog
Semai 13 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip
Jeprin & Total Quality Management Kebun Sawit
Semai Blog