Mendesain Aplikasi yang Mudah Digunakan

Semai Blog

"Teknologi Harus Menyesuaikan Manusia, Bukan Sebaliknya."

Pak Budi menghela napas.

Perusahaannya baru saja memperkenalkan aplikasi pencatatan panen. Tapi bukannya membantu, aplikasi ini justru menambah masalah baru.

  • Teks di layar sulit dibaca di bawah matahari.
  • Sinyal sering hilang, dan data gagal terkirim.
  • Tombol-tombol terlalu kecil, bikin frustrasi saat tangan kotor.

Setelah beberapa minggu mencoba, Pak Budi kembali ke buku catatan manual.

Di kantor, manajernya bertanya, "Kenapa tidak pakai aplikasi?"

Pak Budi hanya tersenyum kecil. Bagaimana caranya pakai aplikasi kalau aplikasi itu sendiri tidak bisa dipakai?

Dan ini bukan hanya masalah Pak Budi. Setiap tahun, perusahaan menghabiskan banyak biaya untuk digitalisasi. Tapi tanpa desain yang tepat, aplikasi hanya menjadi ikon di layar yang tak pernah dibuka.

Sebagian besar aplikasi industri gagal bukan karena teknologinya buruk, tetapi karena tidak memahami manusia.

Terlalu Banyak Fitur yang Tidak Perlu

Pemikiran bahwa lebih banyak fitur berarti aplikasi lebih maju tidak selalu tepat, karena semakin banyak fitur yang tidak relevan, semakin sulit aplikasi digunakan.

Studi Kasus Aplikasi Transportasi: sebuah aplikasi logistik dibuat dengan fitur-fitur tracking GPS, chat antar driver, form inspeksi kendaraan, laporan konsumsi BBM, notifikasi cuaca.

Masalahnya? Sopir truk hanya butuh tiga hal: memulai perjalanan, laporan kedatangan, menyelesaikan pengiriman, melaporkan kendala. Fitur-fitur lainnya diperlukan, dapat tetap diterapkan tapi tidak perlu menjadi fitur yang sehari-hari perlu diakses oleh Sopir.

Digitalisasi yang sukses bukan soal seberapa banyak fitur yang dimasukkan, tetapi seberapa sedikit fitur yang bisa membuat pengguna bekerja lebih efisien.

Memahami Pengguna-pengguna Aplikasi di Industri Sawit

Pengguna seperti Manajer dan Asisten adalah Pengguna yang sering berpindah Lokasi, dapat menggunakan laptop di kantor, smartphone di lapangan (berbagai perangkat yang berbeda). Mereka membutuhkan akses cepat ke data untuk perencanaan dan pengendalian operasional serta pengambilan keputusan. Maka mereka membutuhkan aplikasi yang dapat:

  • Beroperasi dengan mode offline dan online.
  • Dashboard ringkas, hanya menampilkan KPI utama, serta tombol aksi cepat, misalnya "Lihat Data Panen" langsung dari layar utama.
  • Aplikasi yang ‘nyambung’ antara perangkat smartphone dan laptop, sehingga mereka tetap dapat melihat hal-hal serta data yang konsisten.

Pengguna seperti Mandor dan Kerani yang harus mencatat data secara cepat di lapangan, sambil bekerja di bawah matahari, hujan, atau daerah minim sinyal. Seringkali aplikasi smartphone sulit dibaca, tombol terlalu kecil, dan terlalu banyak langkah input. Mereka membutuhkan aplikasi dengan:

  • Tampilan mode kontras tinggi agar tampilan tetap jelas di bawah sinar matahari,
  • Tombol besar & navigasi berbasis ikon untuk penggunaan cepat
  • Pilihan input otomatis (dropdown, checkbox) untuk mempercepat pencatatan.

Hal-hal di atas adalah sebagian kecil contoh-contoh, dan tentunya masih banyak lagi aspek-aspek yang perlu dipahami serta masih banyak lagi jenis-jenis Penggunanya.

Merancang UX & UI

Praktik-praktik perancangan User Experience (UX) dan User Interface (UI) telah berkembang pesat dan memberikan berbagai best practices berdasarkan sekian banyak hasil nyata serta hasil-hasil penelitian dan pengembangan.

Misalnya, di perangkat desktop, Pengguna cenderung membaca dengan pola F-Pattern (memindai dari kiri ke kanan, lalu turun). Tapi di mobile, pola membaca berubah, yaitu cenderung dengan Z-Pattern untuk layar kecil. Pola Z di mobile ini artinya membutuhkan peletakkan elemen-elemen utama harus di jalur diagonal mata, serta  Thumb Zone (atau tombol-tombol penting) harus berada di bagian bawah layar, bukan di sudut atas.

"Teknologi yang baik bukan yang paling canggih, tapi yang paling mudah digunakan," untuk menghasilkan aplikasi yang mudah digunakan, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1.      Wireframing: Mendesain dengan Empati

·         Mendesain kerangka awal untuk memahami alur kerja pengguna sebelum membangun fitur yang sebenarnya.

·         Wireframe utamanya adalah: apa elemen-elemen utama yang paling diperlukan? (kalau mandor hanya butuh 3 tombol utama, kenapa harus ada 7 menu?) dan apa User Flow yang paling dibutuhkan?

·         Memahami (empati) tentang Job (pekerjaan apa) yang perlu diselesaikan, Pain (kendala yang dihadapi), serta Gain (menghilangkan Pain dan memberikan nilai tambah) yang dapat dihasilkan oleh Pengguna.

2.      High-Fidelity Mockup: Menguji Tampilan Sebelum Dibangun

·         Desain dalam bentuk mockup realistis untuk melihat apakah warna, ukuran tombol, dan tata letak sudah nyaman digunakan sebelum proses coding dimulai.

·         Pengguna dilibatkan sedini mungkin, sehingga dapat menyampaikan aspirasi, kendala, ekspektasi, dsb sejak awal, sedemikian rupa sehingga ketika aplikasi telah dibangun benar-benar sudah tepat guna.

3.      Usability Testing: Menguji dengan Pengguna Nyata

·         Pengujian dilakukan oleh Pengguna Nyata sebelum Aplikasi dibuat, dilakukan di lapangan, bukan hanya di kantor.

·         Misalnya: jika sopir truk kesulitan menekan tombol, itu bukan kesalahan pengguna, tapi kesalahan desain.

Kesimpulan

Digitalisasi bukan semata mengimplementasikan fitur terbanyak, melainkan fitur-fitur yang paling relevan dan mudah digunakan oleh Pengguna. Pengembangan aplikasi-aplikasi dalam digitalisasi membutuhkan empati, yang dimulai dari benar-benar memahami Job, Pain dan Gain para Pengguna

di dalam Semai Blog
Semai 13 Maret 2025
Share post ini
Label
Arsip
Chatbot AI Sawit: Selalu Belajar, Semakin Pakar & Peduli
Semai Blog