Di industri sawit, digitalisasi semakin menjadi kebutuhan utama. Dari pencatatan panen hingga dispatching truk tangki CPO, software menjadi tulang punggung dalam operasional.
Hal kritikal yang cukup sering muncul adalah tentang memilih antara custom software atau off-the-shelves software, serta metode pengembangannya—Waterfall atau Agile.
Industri sawit memiliki proses yang sudah cukup tetap (fixed), hal ini disertai dengan aspek-aspek stabilitas, skala implementasi serta berbagai tantangan operasional di lapangan perlu menjadi pertimbangan penting dalam perencanaan metode pengembangan.
Custom Software vs. Off-the-Shelves
Sebelum menentukan metode pengembangannya, perusahaan seringkali perlu memilih antara membangun software khusus (custom development) atau menggunakan produk yang sudah jadi (off-the-shelves software).
Custom Software Development: Fleksibilitas dalam Kendali Penuh
Custom software adalah solusi yang dirancang khusus untuk kebutuhan spesifik perusahaan sawit.
Keunggulan:
- Dirancang sesuai dengan kebutuhan spesifik perusahaan.
- Dapat dirancang sejak awal diintegrasikan langsung dengan sistem lain.
- Bebas dari lisensi vendor tertentu, sehingga lebih fleksibel dalam jangka panjang.
Tantangan:
- Dapat membutuhkan waktu lebih lama untuk pengembangan dibandingkan dengan software siap pakai.
- Memerlukan high-fidelity mockup dan spesifikasi teknis yang sangat detail sebelum mulai dikembangkan.
Contoh-contoh:
- Aplikasi pencatatan panen berbasis mobile yang bisa berjalan offline dan menyinkronkan data saat ada koneksi internet.
- Sistem dispatching truk CPO yang dirancang untuk menyesuaikan dengan regulasi dan kebutuhan bisnis spesifik perusahaan.
Catatan: custom software tidak selalu lebih mahal daripada off-the-shelves software. Biaya jangka panjang bisa lebih hemat karena tidak ada ketergantungan pada lisensi vendor tertentu dan fitur dapat disesuaikan tanpa biaya tambahan.
Off-the-Shelves Software: Cepat Digunakan, Tapi Butuh Adaptasi
Software siap pakai (off-the-shelves) adalah produk yang sudah tersedia di pasaran dan dapat digunakan langsung dengan konfigurasi minimal.
Keunggulan:
- Cepat diimplementasikan karena tidak perlu dikembangkan dari nol.
- Harga lebih terjangkau dibandingkan custom software.
- Biasanya sudah memiliki fitur standar industri.
Tantangan:
- Tidak selalu bisa disesuaikan dengan proses bisnis yang unik di perusahaan.
- Integrasi dengan sistem lain bisa terbatas atau membutuhkan biaya tambahan.
- Membutuhkan business blueprint yang sangat detail agar sistem dapat diadaptasi dengan baik.
Contoh-contoh:
- Sistem HR dan payroll yang digunakan untuk mengelola gaji dan tunjangan karyawan.
- Sistem GIS yang digunakan untuk pemantauan lahan secara digital.
Meskipun off-the-shelves software tampak lebih cepat diimplementasikan, dalam banyak kasus, biaya total kepemilikan (TCO) bisa lebih mahal karena biaya lisensi tahunan, keterbatasan integrasi, dan kebutuhan konfigurasi tambahan.
Waterfall vs. Agile
Waterfall: Metode Bertahap dan Terstruktur
Metode Waterfall adalah pendekatan bertahap dan terencana. Setiap tahapan harus diselesaikan sebelum pindah ke tahap berikutnya. Proses ini mirip seperti membangun jalan raya: semua harus dirancang dengan detail sebelum alat berat pertama kali menggali tanah.
Tahapan dalam Waterfall:
- Analisis Kebutuhan – Apa masalahnya? Apa yang dibutuhkan oleh pengguna?
- Desain Sistem – Membuat blueprint atau rancangan software.
- Pengembangan (Coding) – Programmer mulai membangun sistem sesuai desain.
- Pengujian (Testing) – Sistem diuji untuk memastikan tidak ada bug atau kesalahan.
- Implementasi – Sistem dirilis ke pengguna.
- Pemeliharaan – Jika ada masalah atau pembaruan, akan dilakukan dalam siklus baru.
Kelebihan Waterfall:
- Cocok untuk proyek dengan cakupan jelas dan spesifikasi tetap.
- Lebih mudah dikelola karena memiliki tahapan yang jelas.
- Dokumentasi yang kuat untuk pemeliharaan jangka panjang.
Tantangan Waterfall:
- Jika ada perubahan di tengah jalan, sulit untuk melakukan penyesuaian.
- Pengguna baru dapat mencoba sistem hanya setelah (hampir) selesai.
Agile: Metode Fleksibel dan Iteratif
Metode Agile lebih dinamis dan fleksibel, mirip seperti membangun rumah secara bertahap. Kita mulai dari pondasi, lalu membangun ruangan satu per satu sesuai dengan kebutuhan penghuni.
Ciri utama Agile:
- Dikembangkan dalam siklus pendek yang disebut Sprint (biasanya 1-2 minggu).
- Tim terus berinteraksi dengan pengguna dan melakukan penyesuaian berdasarkan feedback.
- Setiap Sprint menghasilkan bagian kecil dari software yang bisa langsung digunakan.
Kelebihan Agile:
- Lebih cepat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan bisnis.
- Pengguna bisa mencoba dan memberi masukan sejak awal pengembangan.
- Cocok untuk aplikasi yang terus berkembang dan membutuhkan inovasi.
Tantangan Agile:
- Jika tidak dikelola dengan baik, perubahan yang terlalu sering bisa membingungkan pengguna.
- Membutuhkan komunikasi yang erat antara tim pengembang dan pengguna.
Metode Hybrid: Waterfall untuk Implementasi Awal
Baik custom software maupun off-the-shelves software dapat menggunakan pendekatan Waterfall untuk pengembangan dan implementasi tahap awal.
Mengapa Waterfall?
- Proses bisnis di sawit sudah cukup tetap (fixed), sehingga perubahan besar di awal bisa mengganggu stabilitas operasional.
- Memastikan semua persiapan matang sebelum software diterapkan di seluruh perkebunan.
- Mencegah risiko perubahan mendadak yang bisa mengacaukan adopsi di lapangan.
Untuk Custom Software: penerapan Waterfall membutuhkan high-fidelity mockup dan spesifikasi teknis yang sangat detail sebelum pengembangan. Sedangkan untuk Off-the-Shelves Software: diperlukan suatu business blueprint yang sangat rinci agar sistem bisa dikonfigurasi dengan optimal.
Contoh Implementasi Waterfall:
1. Analisis Kebutuhan – Mengidentifikasi masalah bisnis dan kebutuhan pengguna.
2. Desain Sistem – Membuat high-fidelity mockup (untuk custom software) atau business blueprint (untuk off-the-shelves).
3. Pengembangan & Konfigurasi – Vendor atau tim IT menyesuaikan software sesuai spesifikasi.
4. Uji Coba Internal – Menyempurnakan sebelum masuk ke tahap pilot.
5. Pilot Implementation – Software diuji di beberapa kebun sebelum diterapkan di seluruh operasional.
6. Setelah pilot selesai, langkah berikutnya adalah rollout ke seluruh area operasional, yang memiliki tantangan tersendiri:
✅ Vast Geographical Area – Perkebunan tersebar di berbagai lokasi,
memerlukan infrastruktur pendukung seperti jaringan dan perangkat mobile.
✅ Banyaknya
Pengguna – Dari Mandor, Kerani, Asisten, hingga staf kantor pusat, semua
memiliki cara kerja dan kebutuhan berbeda.
✅ Keterbatasan
Akses Internet – Beberapa lokasi masih memiliki jaringan terbatas, sehingga
sistem harus mampu bekerja offline.
✅ Pelatihan
& Adaptasi – Tim di lapangan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan
sistem baru.
7. Strategi Rollout:
· Bertahap berdasarkan wilayah atau divisi.
· Menyiapkan pelatihan intensif untuk pengguna awal (key users).
· Menyediakan dukungan teknis yang cukup selama fase adopsi.
Agile untuk Peningkatan Berkelanjutan
Ketika sistem sudah Go-Live dan berjalan stabil, barulah masuk ke fase continuous improvement, di mana pendekatan Agile mulai masuk.
Di tahap ini, software mulai mendapatkan feedback dari pengguna di lapangan. Misalnya, tim kebun menyadari bahwa fitur pencatatan panen sebaiknya memiliki opsi untuk menambahkan foto. Atau sistem dispatching CPO ternyata perlu ditambahkan notifikasi otomatis saat ada keterlambatan pengiriman.
Dalam fase ini, Agile bekerja dengan baik karena:
- Menyesuaikan sistem berdasarkan feedback pengguna di lapangan.
- Menambahkan fitur baru secara bertahap tanpa mengganggu operasional.
- Meningkatkan performa dan efisiensi software berdasarkan data aktual.
Perusahaan bisa merilis pembaruan sistem misalnya setiap tiga bulan atau enam bulan, menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Contoh:
- Q1 Update → Menambahkan fitur notifikasi real-time untuk laporan panen.
- Q2 Update → Meningkatkan performa aplikasi mobile agar lebih ringan.
- Q3 Update → Mengintegrasikan AI untuk analisis produktivitas.
Metoda terbaik adalah Metoda yang benar-benar Dilaksanakan Bersama
Metoda Waterfall, Agile, ataupun Hybrid (Waterfall lalu Agile untuk continuos improvement – yang dipaparkan di atas) tetaplah kembali kepada konsistensi dan komitmen Perusahaan masing-masing, Pimpinan beserta Tim-timnya dalam menerapkannya. Bahkan dalam Manifesto Agile juga digarisbawahi mengenai “Interaction over Method” yang mengandung pesan bahwa kolaborasi efektif dan sinergi antar pelaku-pelaku utama dan para pihak yang terkait adalah yang menjadi utama ketimbang metoda ‘textbook’.
Di SEMAI, kami terlatih dalam menerapkan ketiga metoda
tersebut, baik untuk pengembangan produk-produk kami maupun untuk pengembangan
bersama Client kami, dengan pilihan metodanya disesuaikan dengan kebutuhan,
konteks, maupun berbagai pertimbangan biaya, waktu serta batasan-batasan lainnya